Jeo yang Hilang



“Tujuh, delapan, sembilan...”
Dan hitungan itu akan berhenti dihitungan 20 sesuai perjanjian anak-anak kecil yang ikut bermain petak umpet sore itu di satu sudut dusun. Jeo terus menghitung sembari menutup matanya dan setelahnya mencari teman-teman yang bersembunyi, mungkin dibalik semak atau dibalik dinding rumah yang belum jadi. Atau mungkin ada yang curang dan kabur pulang untuk makan karena lupa makan siang tadi.
Sudah biasa saja jika ada anak-anak yang pulang sudah nyaris sore sebab sistem baru di sekolah-sekolah yang menambah satu atau dua jam pelajaran. Sedangkan anak-anak dusun masih suka sekali bermain di rumah bidan yang lama sekali tak ditempati karena belum ada yang mau menjadi ganti sejak bidan yang lama ikut suaminya pindah tugas. Mereka suka main apa saja di sana. Main kelereng di halamannya yang datar, main boneka kertas di terasnya, atau main tali di ruang lepas rumah itu. Sesekali saja main petak umpet saat mereka lupa rumah itu berada di samping lahan pemakaman keluarga.
Sejak waktu mereka di sekolah, beberapa dari mereka ada yang tak diizinkan lagi bermain dan mulai dimasukkan ke surau dekat rumah mereka, termasuk Jeo yang akhirnya tak lagi punya waktu bermain dengan teman-temannya. Dia salah satu anak seorang guru di sekolah menengah pertama yang menyekolahkan dia di sekolah dasar dekat tempatnya mengajar. Supaya mudah dikontrol, bela ibunya itu. Jeo pun dimasukkan ke surau yang dekat dengan sekolahnya. Itu berarti ke rumah yang lumayan berjarak dari sekolah dan surau itu, hanya dapat makan siang dan mengganti pakaian saja. Waktu untuk salam sapa saja sudah tak ada lagi bagi Jeo.
Hari-hari yang berat bagi gadis kecil seusia Jeo tentu ini sudah menjadi sangat sibuk. Pergi sekolah pagi-pagi sekali karena tak ada yang boleh terlambat di sekolahnya. Sepulang sekolah matahari sudah meluncur dari puncak. Sebelum waktu Ashar Jeo juga sudah harus berada di surau untuk shalat berjamaah dan mengikuti kegiatan surau. Pulangnya sudah terlalu dekat dengan maghrib. Waktu bermainnya sudah tak ada lagi.
Beberapa temannya ada yang tak mengaji di surau. Beberapa lainnya mengaji selepas maghrib. Tidak dengan Jeo yang tak lagi punya waktu bermainnya. Akhirnya Jeo mati sendirian sebab tak lagi punya masa bermainnya. Setidaknya masa kanaknya yang telah mati.

Komentar