Selesailah tahun
keren ini, selamat jalan 2018. Sebelum benar-benar pergi, izinkan aku banyak
mengenangkan segala hal terbaik di 2018 ini. 365 yang paling keren selama hidup
ini, entah hari esok dan seterusnya, untuk sampai saat ini 2018 adalah yang
terkeren. Aktif di IMABSII adalah salah satu namun utama yang membuat tahun ini
keren. Sedari Desember 2017 sudah diberi tahu bahwa April 2018 akan diadakan
kongres di Kota Makassar. Sejak itu perjuangan untuk hemat dimulai, meski lebih
banyak gagalnya. Marilah kita mulai memutar ulang kisah-kisah yang keren di
2018.
Januari adalah
permulaan perjuangan untuk hemat, kataku waktu itu. Meski zonk, aku punya kisah
bahagia di Januari ini. Di awal Januari aku sudah di Kota Palembang bersua
keponakan pertama setelah delay 8 jam oleh maskapai paling murah dan murahan
se-Indonesia Raya ini. Di awal tahun juga menerima kabar bahagia dari salah
seorang teman yang sekaligus guru untuk banyak hal, Robby ‘Pace’ mengawali 2018
dengan menjadi seorang suami yang pernikahannya masuk koran. Sepulang dari
Palembang, menyempatkan jalan dengan salah seorang teman yang ‘agak spesial’
sebelum ulang tahunnya. Setelah lama tidak jalan-jalan berempat, aku dan
indehoy Sasindo kala itu punya waktu sekalian aku menjemput beberapa item di
kampung, sok-sok promosi kampus ke sekolah biar perjalanan kami dibayarkan oleh
kampus. Tetap, setiap perjalanan kami pasti ada pacar Desnia yang ribut entah
karena alasan apa saja. Bagian yang membuat aku amat trauma untuk pacaran.
Hahaha~
Lanjut ke bulan
paling romantis, bulan kelahiranku; Februari. Selain adalah bulan kelahiran, di
Februari 2018 bisa jadi pembawa acara dadakan di acara BNK Padang, agak-agak
ngeri nyoy juga saat harus berbicara tanpa persiapan dan sedikit formal juga
karena ini sekalian penyuluhan anti narkoba. Lumayan, nambah tabungan yang
tidak lama setelah itu abis lagi entah untuk apa. Saat hari ulang tahun, aplikasi
perpesanan di gawaiku sangat sibuk menerima ucapan dan minta traktiran. Tak
lupa kue ulang tahun sebagai kejutan di hari ulang tahun, meskipun kala itu
rasa lelah yang sangat amat itu sedang menyerang tubuh. Akhirnya tiup lilin,
ngomel, dan lanjut tidur lagi.
Awal maret 2018
dibuka dengan trip bersama Mesin Pelangi formasi baru ke pulau untuk satu
malam. Lumayan, liburan yang tidak mengganggu jadwal bimbingan karena di sana
hanya malam minggu saja. Bukan sampai di liburan bersama saja, di bulan maret
juga masih ada kue ulang tahun yang dirayakan oleh Mesin Pelangi untukku, Pras,
dan si MTD (aku bahkan lupa nama aslinya MTD, huhuh). Selepas menjadi LO untuk
kegiatan Job Fair di kampus, membawa aku untuk mengenal Pak Iman dan Pak Iqbal.
Pak Iman salah satu orang yang termasuk ke dalam sebuah yayasan yang mengurusi
banyak hal tentang Bung Hatta dan keluarganya. Dari grup tim acara Job Fair,
entah sengaja atau tidak Pak Iman mengabarkan jadwal kedatangan Bu Meutia Hatta
dan Bu Gemala Hatta, anak-anak dari Bung Hatta. Karena tidak ada yang merespon
hal itu di grup, aku beranikan diri untuk menghubungi Pak Iman secara pribadi.
Sampai pada tanggal 27 Maret 2018 teramat bersejarah dalam hidup aku dapat
bersua dengan anak pertama dan anak kedua dari Moehammad Hatta, pemikir hebat
dari Sumatra Barat. Aku sangat bangga dan bahagia bisa masuk ke Ruang VIP
Bandara Minangkabau untuk menjemput dua orang hebat ini. Aku juga diajak ke
tempat makam orang tua Bung Hatta, serta para leluhur Bung Hatta yang tak kalah
mahsyur juga namanya. Bung Hatta sudah keturunan darah biru. Selain itu, aku
dibelikan tas di Bukittinggi oleh Bu Meutia. Di bulan ini juga aku menemuia
salah seorang anggota dewan untuk mengaudiensikan tentang kongres VI IMABSII
yang ingin aku ikuti itu. Perjuangan sekali untuk menemui dia melewati jalanan
sepi ke taman alam gitu di kawasan Kabupaten Solok yang sudah mulai pinggiran. Bersyukurnya
saat bertemu itu katanya dia akan bantu dan saat akan pulang diberi uang saku
pula.
Masuk ke bulan
yang sangat menegangkan untuk aku. Harus dicatat detail sekali untuk bulan ini.
Niat untuk mengumpulkan uang selalu gagal karena banyak sekali alasan. Ditambah
lagi saat wisuda 70 kampusku, rata-rata teman baikku wisuda April ini yang
artinya aku harus beli bunga agak banyak untuk mereka semua itu. Padahal bulan
April inilah bulan yang paling ditunggu, bulan dimana Kongres VI IMABSII akan
diadakan di kota yang dari SMP sudah kuimpi-impikan betul. Dari lama aku juga
sudah coba-coba minta uang tambahan ke beberapa sepupu yang kukira memang sudah
sedikit lebih rejekinya, meskipun sampai di awal April belum satupun yang
mengirimkan uang yang katanya ‘iya’ itu. Aku harus bercucuran air mata untuk
berdoa tak putus-putus, sebab sampai seminggu sebelum waktu seharusnya aku
berangkat uang di saku masih bertahan sejumlah berapa yang dikasih anggota
dewan itu. Empat hari sebelum seharusnya aku berangkat, saat salat sudah
meratap sejadi-jadinya. Doanya agak dramatis waktu itu, “Ya Allah, jika memang
ada hal buruk yang akan menimpa jika Reza berangkat, maka baik untuk tidak
berangkat, jika memang begitu kasih keikhlasan untuk Reza, sebab memang tanah
Sulawei sangat ingin Reza jejaki dari SMP, sekarang ada kesempatan dan sekalian
belajar juga niatnya, izinkanlah ya Allah”. Begitu bunyi doaku. Persis begitu.
Setelah salat asar, doanya masih persis meskipun tidak sampai meratap seperti
subuh dan zuhur. Sebelumnya ditanyakan pada pak dewan itu, katanya minta
diingatkan lagi nanti. Rasanya sudah dekat dengan hancurnya harapan. Bersyukurnya
bulan itu sepupu yang lain mengajak untuk mengisi acara dari EO-nya. Aku malah
ingat kalau tawaran itu kuterima dua hari sebelum acara, di hari keempat
sebelum seharusnya berangkat. Aku diingatkan oleh istri sepupuku yang di EO
itu, dia meminta ditemani berangkat lebih awal bersama dua keponakanku.
Setidaknya sedikit harapan muncul padaku hari itu. Sore setelah asar, aku
hubungi pak dewan lagi dan ditransfer selepas asar. Setelah magrib aku kembali
meratapi doa yang sama. Sehari sebelum acara EO sepupuku, berangkatlah dengan
harapan untuk ke Makassar yang sudah mulai tumbuh kembali. Hanya belum berani
memastikan ke panitia akan berangkat atau tidak.
Di hari acara
milik EO sepupuku, nikmat sekali. Tugasku hanya mencek peserta dan baca puisi
ketika gala dinner. Dengan tugas begitu, aku sudah menikmati menginap di kamar
yang pernah ditempati kru Band Ungu atau Band Wali, aku lupa, beberapa tahun
sebelumnya. Dan ternyata lumayan untuk menambahkan uang untuk ke Makassar.
Selepas tugas aku selesai, setiap ada waktu aku berusaha mengkalkulasikan uang
yang sudah di tangan aku, uang jajan, dan perkiraan uang masuk. Magrib di dua
hari sebelum seharusnya berangkat, atau di hari pertama acara aku di hotel itu,
aku kembali berdoa tapi sudah beda, “Ya Allah, aku yakin niatku baik, maka Kau
akan kasih jalan.” Segitu yakinnya aku hingga akhirnya di hari kedua, amplop
bagianku sudah di tangan, uang jajan sudah di kirim dan sepupu aku juga
mengirimkan bala bantuan. Akhirnya tiket pulang-pergi Padang-Makassar berhasil
kukantongi.
Wah, April yang
panjang. 17 April 2018 akhirnya aku berangkat dengan pesawat malam dari Kota
Padang dan sampai di Makassar pukul 03.00 pagi dengan situasi mata dan tubuh
yang belum menyesuaikan dengan perbedaan waktu. Ditambah jetlag juga terasa setelah dua kali naik pesawat. Menghabiskan
waktu seminggu di Makassar bersua orang-orang hebat dan orang-orang menyebalkan
pula. Menyempatkan juga untuk bertemu dengan Tuti, Kak Hanan, Kak Husnul, dan
Kak Yayuk. Para punggawa Cliquers di sana. Persidangan ternyata seru sekali
beradu argumen dan berpikir bareng dengan uwak-uwak menyebalkan dari Riau.
Hanya situasi sempat dirusak tuan rumah dengan terjadinya kericuhan. Ingin
ngamuk balik tapi untuk ditahan Mas Ojan kala diskusi menuju subuh di parkiran
Amkop itu. Setelah ricuh, perjalanan wisata ke Somba Opu jadi tak menyenangkan
sampai di hari terakhir kegiatan aku ikut dengan Sekjen Dira, Mas Arbi, dan
Fathi, juga ikut Sarda anak Sumatra dari Riau. Kami menyicip Pallubasa dan
singgah ke Katangka, makam raja-raja Gowa, dan kehormatan untuk dapat
menziarahi Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin. Pulang dari Makassar tak
menyempatkan mampir dan main karena harus lanjut kejar tayang skripsi.
Menuju
penghabisan April aku berkesempatan lagi bersua dengan Bu Meutia dan Bu Gemala
di acara ulang tahun kampus sendiri. Aku ingat betul beberapa dosen memandang
aneh ketika aku berada di sekitaran kedua anak proklamator itu. Aku ingat betul
ada satu dosen yang seolah-olah takut aku satu mobil dengan kedua anak
proklamator itu, padahal Bu Meutia awalnya kekeuh menyuruh aku jadi penunjuk
jalan. Untung dosen yang itu tidak seumuran denganku, kalau seumuran sudah
kuajak berantam satu lawan satu. Menyebalkan sosoknya itu tak habis-habis.
Selain aku bisa menghabiskan waktu dengan mereka, aku juga ikut mengantar mereka menikmati
pemandangan kawasan wisata Mandeh dari Puncak Mandeh. Teristimewa di ujung
bulan April,aku dihadiahi sebuah tas dan mukenah dari Bu Meutia. Tak kalah, Bu
Gemala memberi aku buku terbaru mereka dan langsung bertanda-tangan. Katanya,
“ini tanda tangannya baru kami berdua, nanti kalau ketemu Halida kamu tinggal
minta aja.” Bahagia dan bangga sekali.
Maka bulan Mei
berwarna kerinduan. Tak ada yang istimewa di bulan Mei 2018 selain bisa semakin
akrab dengan punggawa IMABSII di STKIP PGRI Sumatra Barat. Pertengahan Mei
dapat kiriman foto kapal otok-otok yang katanya akan diberikan untukku, katanya
juga biar aku semangat berjuang untuk skripsiku.
Ramadhan
yang telah masuk di pertengahan Mei, berlanjutlah ke bulan Juni. Pada awal Juni
bisa berkumpul dengan sesama fans musisi Indonesia mengadakan buka bersama dan
silahturahmi ke panti asuhan yang beberapa tahun lalu kami jadikan tempat buka
bersama. Di awal Juni juga ternyata bertepatan dengan hari ulang tahunku sesuai
penanggalan tahun hijriah. Lagi-lagi disuatu acara, untungnya bukan acara
formal, aku kembali dijadikan pembawa acara dadakan oleh teman-teman
penyelenggara acara. Acara aksi sosial waktu itu dan bersua dengan Kak Ami
senior IMABSII yang sedang menempuh pendidikan magister di UNP. Pertengahan
bulan Juni idul fitri datang. Abang batal pulang kampus, padahal ia sudah
separuh jalan terlewati menuju kampung halaman. Alhasil Ibuk dan Rani yang
menyusul ke Padang. Setelah sekian lama mengimpikan lebaran hari pertama di
kampung halaman ayah, akhirnya bisa diwujudkan. Kebetulan juga di tahun ini,
kakak sulung ayah yang menjadi imam salat ied. Bahagia rasanya bisa berkumpul
dengan keluarga ayah di satu masjid pada hari besar idul fitri ini. Terlebih
bisa menziarahi laki-laki tercinta di hari pertama lebaran, bersyukur bisa
lebaran di hari pertama dengan beliau meskipun formasi tidak lengkap. Lebaran
tahun ini juga menyempatkan bersilahturahmi dengan DJ keakungan Arien Cathrine.
Lalu juni berlalu setelah jadi pembawa acara dadakan di ulang tahun keponakan
sendiri
Kita
lanjut pada bulan Juli, bulan ke tujuh. Bulan yang membawa tamu-tamu untukku.
Di awal bulan, kedatangan sepupu dan keluarg. Uni Ige datang bersama suami,
marvel, dan amel; anak dari Abang kami. Mereka melakukan perjalanan liburan
keliling Sumatra Barat dan sesuatu yang membuatku bangga adalah mereka keliling
berpatok pada rencana perjalanan yang aku buat. Lalu menyempatkan bersua dengan
mahasiswa UNM yang ketika April di Makassar mewawancari aku selaku pers kampus,
namanya Elluk. Ada agenda perkumpulan pers kampus yang dipusatkan di Sumatra
Barat juga. Setelah kedatangan Elluk, aku juga berhasil membujuk Damar untuk
singgah ke Padang selepas kegiatan sastra di Bengkulu. Perjalanan dengan Damar
akan sangat panjang jika diceritakan. Dia menghabiskan waktu tujuh hari penuh
di ranah minang yang katanya menjadi salah satu favoritnya. Cerita dengan dia
teramat panjang karena aku langsung yang turun menjadi ‘tour guide’ untuknya. Jadi tujuh hari dia di Minang, tujuh hari itu
dia kemana-mana bersamaku.
Sisi
lain bulan Juli yang aku lalui, selain kedatangan tamu dan sembari terus
berjuang dalam skripsi, di bulan ini aku diajak bekerja secara profesional.
Seminggu berjalan, terasa kewalahan sekali untuk melakukan pekerjaan itu dalam
posisi skripsi yang terus didesak, kedatangan kawan yang tidak mungkin
dibiarkan, dan ada beberapa hal pertimbangan besar yang membuat pekerjaan itu
harus dilepas. Tidak gampang untuk sambilan begitu, Bos. Dan buku antologi,
dimana dua puisiku ada di dalamnya, juga mendarat di rumah dalam bulan Juli.
Sedangkan Juli ditutup dengan menemani tim *sensor ke Bukittinggi sekalian
piknik.
Agustus
tak banyak yang terjadi, di awal bulan (sok sibuk) menemui kawan dari Palu
sekaligus mencari hiburan dengan menonton teater di kegiatan teater
se-nusantara dan juga mengajaknya keliling Sumbar dalam kondisi matanya yang
mengantuk. Padahal aku sudah kosongkan waktu yang seharusnya aku pakai untuk
persiapan aku sidang skripsi. Dan di Agustus, akhirnya digempur dengan banyak
hal pertanyaan yang harusnya kalian paham apa jawaban pada dosen. HAHAHAHA.
Kurang dikit dari 3 jam, dimana orang lain hanya 1 jam kurang lebih. Di sinilah
pembuktian mana kawan itu, terlebih bagi ibuku. Terima kasih Desnia, Vonny, dan
Fathur telah menunggui gelarku disahkan dosen meski dengan revisi yang
seabrek-abrek. Di akhir Agustus aku menemui Bu Meutia di suatu acara di
Bukittinggi, meski tidak dapat bercengkrama lebih lama karena kedua dosen yang
mengajakku kala itu malah terburu-buru untuk pulang.
Masuklah
kita ke bulan September yang membawa kabar duka bahwa kami angkatan 2013, harus
kehilangan salah seorang teman yang masuk kategori baik dan berprestasi.
Fadillah Jamuar menghembuskan nafas terakhirnya di 6 September 2018 akibat
kecelakaan. Kedukaan menampar kami satu fakultas, terlebih seangkatan, begitu
juga dengan universitas. Adi, adalah mantan wakil presiden mahasiswa dan mantan
gubernur fakultas ilmu budaya. Di ikatan mahasiswa minang raya pun juga dia
disegani.
Namun,
disetiap duka ada suka yang akan ditemui, kakak kebanggaanku, domisioner
sekretaris jendral kebanggaanku wisuda di awal September. Di pertengahan
September juga mendatangi wisuda sahabat baikku, Benny. Dan begitulah September
berlalu setelah dapat bercengkrama dengan FIB’18 dan menaruh harapan ke mereka.
Aku akhirnya melepas September dengan mengguncang panggung nikahan Abang dari
Sari berduet dengan Gubernur FIB saat itu, Asep Rivoza.
Menuju
akhir tahun, datanglah bulan Oktober dengan satu-satunya agenda besar yang
sudah diperjuangkan selama lima tahun lamanya. Namun, membuka Oktober saya
sempatkan bersua dan menerima ilmu dari Uni saya sendiri, Uni Ige. Bonus ilmu
dari banyak orang sebagai pembicara, salah satunya Seno Gumira Ajidarma. Dan,
tanpa banyak cerita aku diwisudakan pada 14 Oktober 2018. Dihadiri oleh
keluarga dengan lengkap dan dihadiahi banyak bunga dan doa-doa baik dari banyak
sekali sahabat. Terima kasih kepada keluarga dan sahabat yang menyempatkan
panas-panas serta desak-desakkan untuk bersua. Momentum yang tidak akan
kulupakan sepanjang usia. Meski beberapa hanya dapat menyempatkan mengucap
selamat melalui pesan di media sosial. Harus aku catatkan, bahwa sampai
November pun, meski telah wisuda aku masih memperbaiki beberapa hal.
Pemutus
urusanku dengan kampus adalah di bulan November, sebab di bulan ini aku harus
berangkat, kataku pada semuanya. Selesai sudah urusan dengan kampus tercinta
meski belum selesai untuk terus membagi banyak hal pada penerus di kampus.
Ketika November datang, datang pula kawan dari Jakarta yang rela-relaan ke kota
kerinduan ini untuk satu perempuan dan tidak bertanya tentang perempuan yang
didekatinya. Antara kasihan dan rasa ingin menertawakannya kalau ingat kejadian
itu. Baiklah, tidak usah diungkit karena sama saja dengan membully dia.
Akhirnya berangkatlah aku ke Kota Malang, pesawatnya berbarengan pula dengan
korban cinta buta itu. HAHAHA. Beruntungnya satu pesawat dengan budak cinta
itu, jadi tidak perlu memikirkan transportasi dari Bandara ke UNJ. Terima kasih
loh, Bang. Maka perjalanan panjang di November dimulai dari sini.
Aku,
Dira, Vonny, dan Fathur dari Jakarta menggunakan kereta dengan waktu tempuh
kurang lebih 17 jam menuju kota Malang. Sampai di Malang, aku di sambut oleh
penyair berkulit hitam berpikiran jarang waras. Meski begitu, aku merasa
terhormat sekali disambut khusus seperti itu. Meski agak tidak enak juga karena
harus ikut dengan rombonganku bersama Om dari Vonny. Yeah, Rapat Kerja Nasional
akhirnya dilaksanakan. Bersua kembali dengan Mas Arbi dll. Berkenalan dengan
mereka yang baru bersua di sana, seperti Iven dan Hamid. Selama November banyak
cerita dan perjalanan, yang dapat dikepoin di instagramku @duniaReza. Sebab di
sana sudah kuceritakan sesuai kronologisnya masing-masing. Dari 11 November aku
memulai perjalanan panjang Padang – Jakarta – Malang – Jombang – Bromo –
Surabaya – Bangkalan – Pamekasan – Surabaya – Semarang – Demak – Kudus –
Semarang. Dan akhir November kuhabiskan di Jakarta dengan banyak pula cerita.
Tepat di hari terakhir November aku pukul 8 malam aku kembali mendarat di Kota
Padang.
Masuk
ke bulan terakhir di halaman terakhir ceritaku tahun ini, Desember datang. Hari
pertama tentu melepas rindu dengan banyak hal. Bakso mas Keri apa lagi.
Desember aku disibukkan oleh kegiatan pengangguran, main game, tidur, main,
nongkrong. Tapi juga masih ada jalan-jalan ke Siak Sri Indrapura menemani Ibuk.
Sebalik dari sana mampir di Pekanbaru dan sengaja tinggal untuk melihat
Universitas Islam Riau yang setiap nongkrong diceritakan oleh Bang Siswanto.
Baiklah, apa yang diceritakan Bang Siswanto ke kami adalah benar. Perjalanan
terakhir di 2018 adalah perjalan ke Lubuak Linggau bersama Ibuk tentunya.
Sayangnya kami sampai di Lubuak Linggau, dokter memutuskan Angga yang posisinya
ada di Padang harus dirawat. Untunglah kami pulang, dia bisa pulang saat malam tahun
baru. Dan 2018 berakhir dengan tidur bersama di kontrakan begitu pula mengawali
2019.
Semoga
tahun 2018 akan terus dikenang, semoga 2019 akan menjadi sangat baik. Semoga
2019 akan punya cerita yang semakin seru untuk kuceritakan pada anak cucuku nanti.
Terima kasih yang telah membaca kurang lebih 3000 kataku untuk mengisahkan apa
yang telah kulalui. Semoga suka dengan apa yang kuceritakan, jangan iri. Semua
yang aku lalui selama 2018 semata-mata karena keberuntunganku. Aku beruntung
karena doa dari orang tuaku, terlebih Ibuk. Yah, salam cinta dari anak gadismu
yang makin tua. Salam cinta, duniaReza.
Mantap kali lah adekku yg satu ini 🙌
BalasHapus