Sebentar lagi akan
berlangsung pesta demokrasi Indonesia, kurang lebih 19 hari lagi. Saat ini pun
sudah berada dalam masa kampanye. Pemilihan Presiden Indonesia adalah hal yang
sangat tidak asyik saat ini. Banyak politik tidak asik yang merusak suasana.
Mungkin bagi kalian yang memperhatikan dengan jiwa netral akan merasakan
jeleknya suasana kampanye saat ini. Tidak sedikit isu yang menghancurkan
kehangatan yang katanya pesta demokrasi ini.
Tadi sore tidak sengaja
bersua video Andre Rosiade yang ingin mengampanyekan Prabowo-Sandi di Sungai
Rumbai tetapi diganggu oleh pendukung Jokowi garis keras. Aku bukan pendukung
Prabowo ataupun Jokowi, hanya saja sangat muak melihat cara pendukung capres
yang seperti itu. Di video itu terlihat tim kampaye Prabowo tidak diberi celah
bicar oleh tim pendukung Jokowi di sana. Teriakannya lebih kencang dari pada
suara tim Prabowo yang dalam video seperti ingin mengobrol dengan pedangang di
pasar itu. Kasihan sekali melihatnya.
Lain lagi dengan gaya
calon legislatif alias caleg. Bisanya sekarang hanya kunjungan sambil
mengadakan kunjungan yang formal sekali lalu beri makanan atau jamuan saat
kunjungan itu. Pasang baliho dimana-mana dengan beragai ukuran. Kita bisa lihat
modal kampanye siapa yang lebih besar dan lebih kecil. Ketahuan dengan jumlah
dan ukuran balihonya masing-masing. Kalian muak tidak sih melihat senyum
ala-ala mereka di jalanan? Kota atau Kabupaten kita jadi sangat tidak indah
karena hampir semua baliho isinya muka orang yang antah-berantah. Mungkin
beberapa ada yang kenal, makin kenal pasti makin muak melihatnya. HAHAH.
Aku ingin sedikit bernostalgia suasana kampaye di tahun 2004. Kala itu tentu Bapak Azrul B. Chaniago,
kepala Jorong sekaligus sopir angkutan pasar alias Ayahku, masih hidup bahkan
segar bugar. Beliau juga banyak dikenal oleh banyak orang dan sangat disegani.
Pria tampan yang tidak akan pernah membuatku patah hati.
Oke, bukan itu poin
pembahasan kita. Di tahun 2004 itu kampanye di kampungku sangat menyenangkan.
Hampir setiap minggu ada panggung rakyat yang dihadiran partai politik, calon
anggota dewan, bahkan tim kampanye calon presiden. Dan setiap yang kampanye
kala itu memberi hiburan yang diselingi dengan permintaan dukungan suara. Waktu
itu tidak berlaku amplop-amplop itu. Bagian penting pergi kampanye adalah
mendapat tribut partai, seperti baju, topi, dll. Aku bahkan mengoleksi baju
partai saat itu. Aku punya semua baju partai yang berkampanye di kampungku
tahun 2004 itu.
Ada cerita lucu dan
menjadi kenangan indah sekali bagiku saat ini. Di sebuah panggung rakyat yang
diadakan sebuah partai, aku dan Ayahku datang terlambat hingga semua atribut
sudah habis dibagikan orang-orang partai. Aku yang tidak mau ketinggalan semua
kaus itu menangis kepada ayah untuk dimintakan kausnya itu. Untung saja Ayahku
adalah Azrul, sebab dia mau memintakan kaus ke panitia untuk kubawa pulang. Itu
pengalaman suasana kampanye paling epik
yang pernah aku lalui.
Sekarang? Aduh jangan
ditanya bisa seperti itu atau bagaimana. Si caleg-caleg ini seperti kekurangan
dana saja. Beberapa acara besar sih memang kabarnya menjadi kampanye
terselubung, bahkan ke kawasan kampus juga ada. Padahal ada peraturan dari
pemerintah yang menjadi acuan untuk tidak melakukan politik praktis di kawasan
kampus, termasuk kampanye tersebut. Sayang sekali mahasiswa di kampus-kampus
yang terkait malah diam-diam saja. Itupun yang terselubung adalah capres, bukan
caleg.
Dalam waktu dekat
kampusku juga akan mengadakan acara besar yang turut mengundang pejabat besar.
Semoga kawan-kawan kelembagaan mengawal jalannya kegiatan tersebut. Aku juga
berharap bisa hadir di acara tersebut, sebab ada Gita Gutawa yang notabene
adalah idolaku saat usia belia. Meskipun sudah pernah ketemu juga sih
sebelumnya.
Caleg-caleg sekarang
antara memang tidak cukup dana atau kelebihan dana. Terlebih ini kutujukan ke
para caleg yang ada di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Solok. Kalian tidak
ada niatan untuk buat panggung rakyat gitu? Bikin acara KIM gitu, hadiahnya
sepeda kalau yang dukung omjo, karena kan Pak Pres kita terlalu identik dengan
sepeda dan ikan. Aduh. Hahaha. Kalau pendukung Prabowo hadiahnya apa dong
kira-kira? Senapan?
Ada lebih dari 30 orang
yang mencalonkan diri menjadi anggota dewan di kecamatanku. Tidak satupun yang
mengadakan panggung rakyat. Sesulit itukah mengadakan kampanye terbuka di sini?
Mungkin banyak yang tidak kupahami tentang aturan kampanye pada tahun ini.
Aturan karet semua. Kalau kalian yang tidak suka dengan politik tetapi tidak
buta politik pasti paham. Kalian yang memang betul-betul netral pasti merasakan
apa yang kumaksud.
Oh iya, untuk 30 orang
lebih yang mencalon dari kecamatan ini, tolonglah untuk mengadakan panggung
musik gitu. Biar anak-anak muda kita kembali terpancing jiwa seninya. Soalnya
menarik ke beberapa tahun yang lalu sempat ada studio band di kampung ini. Dan
ada beberapa anak sekolah yang iseng-iseng membentuk band-nya sendiri untuk
jamming di studio. Tetapi karena tidak ada wadah untuk menyalurkan hal
tersebut, tidak menjadi juga mereka.
Untuk yang selanjutnya
jika kalian ada yang terpilih, jangan cuma bangun jalan, bangun ini, bangun
itu. Tetapi tidak memberi ruang untuk pembangunan mental adik-adik yang
bakatnya luar biasa. Semoga saja.
Doaku, supaya sebulan
ke depan agar tidak banyak ricuh-ricuh baik di dunia nyata, ataupun dunia maya
sekalipun. Teman-teman yang merantau tidak terlalu jauh, ayo sama-sama kita
pulang kampung dan memilih di tanggal 17 April. Sayang kalau tidak. Kalau tidak
ada ongkos palakin saja itu caleg-caleg.
Sekalian meramaikan kampung halaman, silahturahmi keluarga, dan menengok
Ayah-Ibu. Meskipun pilihan-pilihan kita menyebalkan sekali kita harus tetap
memilih. Kalau ada yang kasih amplop kabarin ya, aku juga mau.
Komentar
Posting Komentar