Karma is Around You!

Meski tidak terbukti secara keilmuan, tetapi sudah hampir semua orang meyakini kehadiran karma. Aku juga begitu. Beberapa kali aku melihat, bahkan merasakan sendiri. Ibuku juga begitu, beberapa hari lalu dia berbagi cerita karmanya. Aku di beberapa minggu lalu juga divalidasi oleh Abang mendapatkan karma besarku. 




Untuk pengetahuan dulu nih, Ibuk adalah orang yang kalau sudah jam 7 akan perang besar dengan kantuk. Dan akan kembali bangun tengah malamnya. Sejak kecil dia sudah begitu. Sementara adik-adiknya tidak.


Berceritalah Buk Ta ini tentang masa liburan sekolahnya dulu. Ibuk dan adik-adiknya akan diajak pergi ke Solok oleh Ayah Gaek, menginap di rumah saudara. Dari dulu, menuju malam di Solok punya banyak kedai jajanan. Dan ke sanalah Ayah Gaek ingin menyenangkan anak-anaknya. 


Ayah Gaek itu adalah sebutan kakek pada umumnya di Minangkabau. Ada juga yang memanggilnya Atuk, Ayek, dan lain-lain. Meskipun untuk Ayah dari Ayahku, aku tetap panggil Kakek, Kakek Bujang. Sementara Ayah Gaekku bernama Pono Iso. 


Karena Buk Sukmayarta kecil maghrib sudah terkapar tidur, maka dia lebih sering tinggal di rumah. Setiap waktu Ayah Gaek pergi dengan anak-anaknya yang lain, dia selalu pulang dengan oleh-oleh. Entah itu gorengan atau makanan yang lain. 


Sekali waktu di kejadian yang sama. Ayah Gaek keluar untuk bawa anak-anaknya jajan, kecuali Buk Ta yang malah tidur di rumah. Pulangnya Ayah Gaek membelikan jagung goreng. Harapannya si anak yang tadi ditinggal akan bangun dan bersemangat menerima jagung goreng ini. 


Selama ekspektasi dibangun, di situ peluang kecewa muncul berkali lipat. Harapan besar akan melihat anak terbangun saja sudah sesuatu yang tidak didapatkan Ayah Gaek. Apalagi yang lebih dari itu. Isengnya Ayah Gaek, disuapinya jagung goreng itu ke anak sulung yang masih tertidur. Bukan iseng, lebih ke kesal kali ya? 


Well, sejarah berulang! 

Roda kehidupan sejati. 


Beberapa hari yang lalu Buk Ta-ku sampai di Padang sore. Lalu berkeinginan membelikan beberapa item untukku. Perginya setelah salat isya, otomatis itu sudah malam. Beliau pergi motoran berdua dengan Angga, sementara aku bersiap tidur di rumah dengan Rani. 


Namanya sudah waktunya tidur, ya aku tidur. Pulas sekali. Entah apa yang membuat hari itu terasa agak melelahkan. Hal yang wajar pula ketika beliau datang dengan beberapa item beserta kopi kesukaanku, aku sudah sangat pulas. 


Ketika disodori item yang kubutuhkan itu, sebenarnya aku sadar. Hanya saja kantukku lebih bagak dibanding Ibuk saat itu. Jadi, ya sudah, kulanjutkan tidur pulasku. 


Keesokan harinya saat makan siang, Buk Ta bercerita yang tadi kuceritakan. Dan tawa lepas , padahal makanannya sedang tidak enak. Tidak satupun dari kami yang menuntaskan makanannya. 


Oh iya, sejarah berulang juga padaku. Namira, keponakan sulungku, juga menyalin utuh kelakuan absurd Maminya waktu kecil. Itu divalidasi oleh Abang saat aku di Palembang. Katanya, itu yang Ayah-Ibuk rasakan, dia rasakan, ketika aku di usia yang sama dengan Namira saat itu. Persis seperti itu katanya. Tanya dia saja bagaimana, aku lupa soalnya perangaiku. Hahaha. 



Ada yang mau berbagi cerita karmanya? 

Komentar