Aku cukup berbahagia akhirnya bisa checklist salah satu wacana yang ada di plan Hunny Femme bisa dikasih kode hijau setelah tenggelam begitu saja. Kebetulan sekali mendapatkan promo salah satu film lokal yang baru kembali tayang; Kupu-kupu Kertas.Aku menyaksikannya bersama beberapa followers dari Hunny Femme bahkan mereka yang juga pernah membeli perfume Hunny Femme.
Di awal informasi film ini sebenarnya aku turut bersemangat karena Fajar Nugra & Reza Arap hadir sebagai dua dari sekian line up yang diumumkan dalam trailernya. Ditambah berlatar konflik sejarah antara dua organisasi besar yang bersebarangan di tahun 60-an. Meskipun dengan latar konflik sebesar itu, aku malah merasa kecewa dengan penceritaan yang ada di film ini.
Bercerita tentang percintaan antara Ning (Amanda Manopo) anak dari keluarga PKI dan Ihsan (Chicco Kurniawan) adik dari pemimpin NU di wilayah itu. Aku tidak tahu, bagaimana konsep cinta pada pandangan pertama yang menurutku terlalu terlalu cepat antara mereka sedikit ‘ga ngotak’. Maksudku, dengan ketegangan yang sedang terjadi saat itu, bisa-bisanya mereka berdua langsung menyadari perasaan suka satu sama lain.Kemunculan satu kalimat dari Ihsan setelah mengantarkan Ning, bagiku sangat amat mengganggu. Seolah-olah pertemuan mereka adalah pertemuan ke sekian yang membuat dia rela berseberangan dengan Ibunya. Dan ada banyaknya sambungan cerita yang terasa terlalu atau sangat cepat melompatnya. Pasti yang sudah menyaksikan filmnya tahu apa maksudku.
Penceritaan kisah cinta antara Ning & Ihsan yang terlalu cringe menjadi terlalu jauh berseberangan plus terasa tidak masuk di akal. Karena terlalu cepat itu kali ya? Cuma emang cringe parah sih jadinya. Yang mana belakangan aku dengar juga bisikan-bisikan bagaimana film ini bisa terwujud. HAHAHAHAH
Niat yang terbaca olehku dengan adanya percintaan tolol pasangan Ning & Ihsan ini adalah supaya tidak membosankan cerita sejarah. Padahal cerita sejarahnya sendiri cukup menarik untuk diikuti mengingat konflik PKI yang diangkat di film ini adalah salah satu dari yang bukan populer. Dengan dana besar yang dimiliki, harusnya tidak perlu memaksakan kisah cinta yang aneh untuk diikuti.
Meskipun dengan cerita yang membuatku sangat ngedrop, harus diakui dua star of the show yang sangat menarik perhatianku; Iwa K sebagai Rekoso dan Fajar Nugra sebagai Zul. Ingat ya ini subjektifku ya! Tapi dua orang ini mendapatkan kagumku seutuhnya. Rekoso dengan sangarnya, dan Zul dengan pengkhianatannya.
Meskipun sudah sejak awal aku tahu kalau konflik ini terkait dengan PKI, aku cukup dikagetkan dengan lantangnya lagu yang sangat dicekal pada zamannya; genjer-genjer. Hormat tertinggi untuk Ibu Ayu Laksmi yang memerankan istri dari Rekoso dengan sangat epic.
Hal lain yang menggangguku dalam film ini adalah ratapan orang kampung ketika Ihsan menarik mayat Rasyid yang sudah tewas dibunuh oleh Rekoso. Bagiku respon orang kampung terasa hanya fokus ke kematian Rasyid saja, dimana seharusnya mereka belum mendapat informasi tentang laki-laki kampung yang ikut dengan Rasyid. Meratapi Rasyid seolah-olah hanya Rasyid yang meninggal di sana, atau ini hanya penilaianku? Kayaknya sih lebih banyak yang mikir hal yang sama denganku deh.
Tidak habis di situ, saat Ihsan akhirnya dianggap pengkhianat dan dibunuh oleh Gagak Hitam, selepasnya Ning berusaha kabur dan sempat jatuh dengan posisi kaki yang kecengklak (atau apalah istilahnya) kemudian pingsan. Kemudian saat dia bangun dari pingsannya itu kakinya langsung sembuh begitu saja seolah tidak pernah terjadi apapun pada kakinya.
Tapi dari sekian yang paling mengganggu ya percintaan mereka yang terasa tidak masuk akal untuk latar waktu & latar konflik yang diangkat pada film ini. Jadi filmnya menjadi membosankan sekali untuk diikuti.
Jujur dariku sih hanya 3/10, itupun juga karena terselamatkan akting sangarnya Iwa K itu aja tuh. HAHAHAH
Ya sudah, kita pamerkan foto bareng nonton bareng kita dulu! Difollow ya guys @hunnyfemme di instagram.
Filmnya lumayan distory perlawanan PKI, cuma agak cringe diromanisasi jua
BalasHapus