Sang Raja jadi Kenangan

Aku punya banyak teman lelaki yang berotak nakal mengelilingiku, meski tak pernah nakal padaku sekalipun. Bentuk rezeki dari Allah Swt kepadaku. Aku percaya setiap laki-laki punya sisi nakal yang memang tak akan segan ditunjukkan pada kawan sejawat yang sudah akrab dengan mereka. Mungkin begitu juga dengan ayahku kala muda. Mungkin juga beliau juga pernah coba-coba tuak atau bir seperti beberapa kawan laki-lakiku sekarang. Jiwa muda tak pernah merasa salah saat mencoba sesuatu yang baru.
Tapi, kudengar banyak cerita bahwa senakal-nakalnya pria muda, kala sudah mempunyai keluarga bahkan punya anak wedok sepertiku akan sangat banyak perubahan. Pria yang konon romantis pada istrinya, bisa saja menjadi acuh dan menjadikan putrinya sebagai pusat dunia dan kehidupannya. Seperti ayahku padaku, kala hidupnya. 12 tahun aku dibesarkan penuh dengan cinta dan kasih sayang. Meski kata abang semata wayangku, aku sekarang bukanlah harapan bapak bertubuh tambun itu. Kadang seorang gadis juga butuh menjelajahi dunia dengan caranya sediri pula.
Malam ini, aku menuntaskan satu lagi novel berlatar perjuangan negeri ini. Novel yang memang diisi lebih separoh latar yang diteliti dan alur yang menggambarkan perjuangan orang-orang old dulu. Beberapa perjanjian perdamaian Indonesia – Belanda disebutkan di buku Sang Raja karya Iksaka Banu. Perjanjian Linggarjati, roem-roijen dan bahkan meja bundar di Den Haag, Belanda. Perjanjian ini membawa ingatan ke masa sekolah dasar.
Aku mencintai surat-menyurat sudah dari kecil, begitu juga membaca, meski juga tidak segila kutu buku. Aku juga sangat mencintai bercengkrama dengan sekeliling. Waktu SD, segala perjanjian dan beberapa sejarah perjuangan kemerdekaan masuk dalam pelajaran ilmu sosial. Pelajaran kesukaanku seperti pelajaran bahasa Indonesia. Baru setelah SMA aku menemukan keterkaitan dua pelajaran kesukaan itu, sebab dengan mengetahui banyak sejarah, ilmu sosial, kasus sosial dan segala macam tentang masyarakat dan sejarahnya bisa dikembangkan ke dunia sastra yang secara tak langsung sudah kusukai dari SD ini. Dan, walaupun sampai sekarang kelemahanku untuk fokus masih belum bisa disempurnakan.
Dari sore sampai malam aku menuntaskannya di jam 9 malam, aku menjadi rindu Pak Azrul. Beliau adalah sosok idola sebenarnya dalam hidupku.  Kawan berbincang banyak hal tentang ilmu sosial dan bahasa. Panutan sempurna untukku saat ini. Beliau, mampu berbincang dengan banyak bahasa daerah lain. Beliau juga banyak tahu tentang berbagai macam. Ayahku. Beliau juga takkan susah untuk berbaur dengan orang baru yang tak beliau kenal sebelumnya. Menjadi kepercayaan banyak orang, sebab beliau orang yang takkan pernah ambil pusing dengan kecukupan. Disaat orang lain berjuang untuk berlebihan harta, pelit dan bahkan mencari seseran yang lain, ayah tak pernah sekalipun berfikir untuk hal itu.
Beliau bertahun-tahun menjadi Kepala Jorong, meski di akhir tahun 2006 beliau sudah mengundurkan diri, tapi tak diberi izin untuk mundur oleh wali nagari kala itu. Padahal tanpa disadari beliau mengurusi pengunduran diri itu karena alam sudah mengabarinya. Tanah pusara sudah memanggil batinnya untuk ‘pulang’. April 2007 beliau benar-benar berhenti menjadi kepala jorong.
Mungkin, ini baru mungkin, kepala wilayah yang lain mengambil sedikit-sedikit hak warga, ayahku bahkan rela membagi haknya untuk jorongnya. Ah, haru sekali ingin menuliskan kisah ini.
Pembagian beras bantuan dari Bulog menjadi salah satu tugas kepala jorong kala itu. Sering kali beliau dicurigai untuk hal-hal kecil. Seperti ada yang bilang kalau ayah mengambil beras bulog itu hingga masih banyak yang tak kebagian. Lalu ayah bilang, “jangankan sebiji beras itu, karungnya saja kubagikan, tak kuambil.” Rasanya aku ingat betul sekali waktu ayah mengatakan itu di depanku. Heroik sekali beliau di mataku. Jelas, beliau itu cinta pertamaku. Cinta selamanya bagiku.
Lalu, diurusan pajak. Beliau selalu sigap memotong-motong kertas pajak dan menyusunnya sesuai rumah yang berdekatan dan langsung beliau sambangi satu per satu tanpa menunggu dekat dengan jatuh tempo. Akupun juga senang membantu memotong-motong kertas pajak yang berderak-derak saat di potong menggunakan rol meski supaya tak cacat. Sekalipun sudah dibuat mudah dirobek-robek ayah tetap menggunakan rol. Pria tambun kesayanganku yang telaten.
Lain lagi pekerjaan mingguannya menarik angkutan penumpang ke pasar, semua receh akan disusun-susun dan dibagi tiga untuk aku, abangku dan adik lelakiku tabung. Adikku Rani belum lahir di sepanjang kisah hidup ayah. Begitu dia mengajarkan kami untuk menyimpan uang. Menabung dan terus menabung. Di hari selasa yang wajib dan di hari-hari lain juga diingatkan untuk hemat. Meski aku beberapa kali mengkhianati tabungan itu bersama adikku. Pun juga sekarang masih belum bisa kuterapkan hidup hemat itu. Setidaknya aku boros untuk buku salah satunya.
Mungkin aku perlu membuat buku berjudul Sang Idola untuk kisah hidup ayah dari sudut pandangku. Beliau tidak segan memberi keponakannya yang memang bertaraf susah uang 20ribu. Katanya, bukan tentang angka, tapi kemauan kita memberi membuat kedekatan menjadi kental. Pada kawan sejawatnya pun, tak sekalipun ia perhitungan.
Ia pernah berusaha berladang cabe bersama Pak Inir. Meskipun tidak lama tapi itu membuat rumahku selalu ramai di datangi kawan-kawan beliau. Terkadang juga kawan yang lain dari pertemanan ayah yang lain juga mampir. Seharusnya sesuai ajaran agama aku bisa menjalin hubungan baik dengan sejawat ayah sebagai pengabdianku padanya. Tapi karena pertemanan ayah yang teramat luas, aku tak bisa sempurna menghormati kawan-kawannya. Konon, salah satu kawan ayah dan sudah menjadi seperti abang untuk ibuk ada di Bekasi. Semoga saja nanti bisa bertemu beliau. Katanya andil beliau lumayan besar untuk kedekatan ayah dan ibu di kala muda. Haha..
Kadang, kalau diingat-ingat. Aku yang sekarang ini, bukan anak gadis yang dimpi-impikan Pak Azrul. Hehehe. Tapi semua orang punya pilihan masing-masing untuk langkahnya. Tapi sebagai gantinya, aku tak menambah dosa untuk beliau dengan berbuat hal-hal yang merusak diriku sendiri, walau aku ada dilingkaran yang bisa saja menjerumuskan aku ke sana. Itu yang sering kukatakan tentang rezeki bukan uang yang kuterima.
Meski ayah sedikit kecewa dengan aku yang tak seanggun harapannya, tapi aku masih terus menjadi wanita baik yang akan menjadi wanita baik dengan caraku. Menjadikan beliau sebagai panutan utama untuk berusaha selalu jujur, sigap, dan pertemanan yang seluas-luasnya. Belajar sebanyak-banyaknya langsung dari lingkungan. Seperti bahasa, mungkin tak sehebat penangkapan ayah, tapi aku mampu belajar bahasa lain untuk pengucapan dengan lumayan cepat.
Sebenarnya tulisan ini singkatnya aku rindu kawan ‘maota’ hal-hal berbau sejarah dan sosial dari beliau dan nenek. Mungkin ini satu-satunya goresan kerinduan yang aku tulis bukan dengan air mata, namun dengan kebanggaan penuh bisa 12 tahun berbaur dengan orang yang bisa diajak berbincang tentang apa saja.
Sebagai anak gadis yang masa kecilnya sangat bahagia, aku harap dapat pendamping seperti ayah. Yang mau membaca apa saja, belajar apa saja, berteman dengan siapa saja, selalu amanah dan menyenangkan. Penuh cinta dan selalu mencintai setulusnya, agar nanti saat aku punya anak gadis yang mungkin tak akan jauh berbeda dengan aku, dia juga akan tumbuh jadi gadis yang bahagia dan selalu bersyukur untuk apa yang ia dapatkan. Meski tak kaya raya, aku punya ayah dengan pemikiran lebih dari bangsawan yang mampu merakyat.
Ayah, seperti biasanya. Dua bulan menuju pertambahan usia akan menjadi hari-hari penuh keharuan dan kebanggan memiliki ayah. Dulu di awal-awal kehilangan memang menjadi hari-hari mencekam, tapi aku sudah amat beruntung bisa 12 kali merayakan 20 februari yang sesungguhnya tak pernah meriah, tapi selalu hangat. Semoga kebaikanmu bisa kutiru yah, semoga segala kebaikan yang kau dapat juga menyertaiku.
Dan sepertinya aku ingkar pada blog ini, hanya curahan hati yang ini wajar diketahui khalayak untuk tahu betapa bahagianya aku memiliki ayah seorang Azrul B Chaniago, nanti semoga akan ada versi cerpennya. Salam sayang yah. Rauplah doa-doa baik dari kami untukmu, yah. Juga alfatihah yang akan kudendangkan sebelum tidur untukmu.

Komentar