Datuak Katamangguangan, Dimana?

Belakangan aku sedang membaca buku "Curaian Adat Alam Minangkabau" karya Datuk Sangguno Dirajo.Hasil temuan di rumah ini adalah keluaran tahun 1987. Sampai saat ini, memang baru setengah dari "Curaian Adat Alam Minangkabau" ini. Dari daftar isi bisa dilihat kalau dituliskan sangat banyak mengenai Ranah Minang, mulai dari Gunuang Marapi sebesar telur itik dan menyebarnya masyarakat Minang. Tak lupa juga berisi aturan-aturan, bahkan sejarah kenapa warisan diturunkan kepada kemenakan. Hal ini bahkan baru kuketahui setalah membaca tentang hal tersebut di dalam buku ini.

Hanya saja sangat disayangkan dengan bahasa dalam buku ini. Banyak kalimat bahasa Minang yang diubah menjadi bahasa Indonesia, padahal banyak dari kalimat tersebut adalah pepatah-petitih dari niniak kita di Minangkabau. Bisa disebut sangat kecewa karena buku yang lengkap ini dibuat sulit dipahami karena bahasanya. Entahlah kenapa seperti itu. Padahal jika memang ingin membuatkan artinya tinggal dibuatkan saja di bawah tulisan Minangnya. Banyak kata-kata yang membingungkan sehingga harus membaca paragrafnya lebih dari sekali untuk bisa mengingat kata-kata yang dimaksud.

Hal yang paling menarik selama aku membaca buku ini; sekalipun masih belum selesai kubaca; adalah mengenai meninggalnya tiga Datuak. Sebelum berpulang Datuak Suri Dirajo, Datuak Katamangguangan, dan Datuak Parpatiah nan Sabatang meninggal di tiga tempat yang berbeda. Datuak Suri Dirajo di Pariangan Padang Panjang, Datuak Katumangguangan di Kota Ranah, Payakumbuah, dan Datuak Parpatiah nan Sabatang di Salayo. Kebiasaanku yang tahun lalu menziarahi banyak makam memunculkan keinginan untuk menziarahi para niniak ini. Maka meluncurlah aku di gawai untuk mencari informasi di media daring mengenai makam niniak yang tiga tersebut.

Awalnya yang saya temukan mengenai makam Datuak Parpatiah nan Sabatang. Banyak media yang menceritakan tentang lokasi makam sang Datuak yang satu ini. Bahkan makam beliau sempat diperdebatkan antara berada di Salayo, Solok atau berada di Pagaruyuang. Di sebuah akun facebook yang diambil dari tulisan laman daring mengisahkan bahwa perdebatan itu terjadi sebab kecerdikan orang Solok. Silakan baca di laman www.munggukisalayo.com jika ingin tahun lebih banyak mengenai hal itu. 


Namun hal ini malah membuatku berfikir, kalau makam Datuak Parpatiah nan Sabatang ada fotonya di laman pencarian google, kenapa  aku tidak menemukan foto dari makam Datuak Katamangguangan? Dalam buku "Curaian Adat Alam Minangkabau" yang sedang kubaca mengatakan letak makamnya ada di Kota Ranah. Saat kutelusuri di google mengatakan Kota Ranah berada di Payakumbuh. Namun tidak kutemukan cerita tentang cagar budaya makam Datuak Katamangguangan yang seharusnya juga ada foto dan tautannya. Tambahan informasi dari buku lokasi makam di sana disebutkan kubur Yang Dipertuan nan Ampek Susu. Kutelusuri lagi malah diarahkan ke banyak makam salah satunya di Negeri Sembilan. Hal ini membuatku penasaran, sayangnya dalam waktu dekat belum bisa ke Payakumbuh untuk mencari tahu. 

Semoga dalam waktu dekat punya waktu untuk membayar rasa penasaranku ke Kota Ranah, Payakumbuh.

Komentar