PULANG KE PANTAI CERMIN - SOLOK

Dulu saat skripsi betapa rasanya mumet dengan perkuliahan, enaknya hanya saat bisa menggunakan akses sebegai mahasiswa. Itu saja. Kelas, tugas, ujian, uang kuliah, tidak ada yang menyenangkan rasanya.Diujung masa-masa skripsi yang tidak kunjung selesai sempat bicara begini, "ini udahan deh asli, abis S1 ga mau deh lanjut-lanjut. Mumet otak!" Situasinya karena Ibu maunya aku melebihi dari capaian dia yang juga S1.

Oktober 2018 akhirnya wisuda dan mendapat hadiah izin untuk jalan-jalan ke pulau Jawa. Ziarah sana, ziarah sini. Kenalan sama banyak budaya dan cerita-cerita kedaerahan. Sepulang dari sana kedapatan rezeki di acara lari-larian, yang lumayan bikin kenyang, terbelilah kulkas untuk di kontrakan. Lumayan bangetlah. 

Lulusan S1 yang ilmunya belum nancep dan masih kosong banget rasanya, akhirnya memutuskan untuk menambah ilmu lagi. Rasanya kalau untuk diajak diskusi atau bertukar pikiran oleh orang tentang sastra, bisa bahaya kalau ilmunya cetek. Sebab banyak sekali yang tidak diajarkan oleh jurusan paling cetar di kampus swasta terbaik itu. Ditambah lagi memiliki Uni yang memang dosen Sastra Indonesia pula. 


Terlanjur basah mengikuti langkah beliau, aku memutuskan menggunakan uang acara lari-larian itu untuk mendaftar di Ilmu Sastra PPs-FIB Universitas Andalas. Baiklah, kataku. Selain karena memang ilmunya masih sangat amat cetek, aku juga sepertinya belum bisa lepas dari dunia mahasiswa. Maka jadilah sekarang, mahasiswa S2 dong. 

Awalnya aku menginginkan meneliti Rabab dan Sinrilik. Menurutku mereka memiliki kesamaan. Sastra lisan bidangnya. Lalu setelah perkuliahan berlangsung, pelan-pelan malah berubah pikiran. Pertimbangannya karena penelitian seperti itu akan menguras banyak hal. Perlu banyak-banyak banyak halnya. Berubah pikiranlah. 

Ya sudah, novel saja. Sepertinya akan mudah. Kukira begitu. 

Menuju sepertiga terakhir di semester satu ini, mendapat tugas mengenai sastra lisan serta mendapat pencerahan dari dosen. Terpikirlah pulang ke kampung halaman. Saatnya Surian dilakukan pencatatan dari segala kekayaan yang dimiliki sebagai perbatasan darek dan rantau. 

Pelan-pelan akan berkecimpung dengan segala macam berkaitan dengan kampung halaman ini. Dari sejarah, legenda, mitos, sampai ke cerita halu-halu kita catat nanti. Selaw! Benar kata salah satu dosenku di hari pertama kita kuliah di kelasnya, "semakin tinggi sekolahmu, akan semakin dekat dengan kampung halaman. Semakin dekat juga dengan agama." Begitu kurang lebih kata beliau. 

Jadi, ke depannya akan sangat banyak cerita tentang Surian. Sebenarnya sudah mulai ada sih, tetapi masih ditahan nih. Hehe..


Komentar

  1. Ditunggu part berikutnya. Membangun mulai dari hal yg kecil dan tetap semangat nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus. Sudah saatnya menerapkan segala yang Abang ajarkan.

      Hapus
  2. Wahh ngomongin skripsi bikin kepala pening. Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, nikmati aja Bang. Ntar kecanduan pasti. 😂

      Hapus
  3. Jadi kedepannya, bakalan cerita banyak tentang Surian, kira-kira apa nih yang mau dibagi disini ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selanjutnya mau ceritain dulu sejarah Surian. Kelarin tugas-tugas kuliah dulu. Ada si Jangguik Merah Darah Putiah yang membawa enam persukuan ke sana. ;)

      Hapus
    2. wah, pengen dong, jangan lama2 ya kelarinnya

      Hapus
    3. Pelan-pelan dong.. Ini tugas kuliah aja masih bikin stres banget. Asli.

      Hapus
  4. Tuliskan, ejaaa
    Jangan ditahan-tahann!!!

    jadi kangen ke pulau jawa lagi huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. maap nih, kan ini mau bahas surian. Kenapa Bapak malah kangennya ke jawa? -__-

      Hapus
  5. Wah wah.. Orang Solok juga Uni ini ternyata.. Salam kenal Uni. Lanjutkan ceritanya.

    BalasHapus

Posting Komentar