Lima Gender di Suku Bugis, Non Binary itu Dimana?

Kemarin, kudengar episode Hiduplah Indonesia Maya di aplikasi Noice tentang Non-Binary yang tempo hari sempat menghebohkan jagat dunia maya lewat cuplikan video singkat. Dan gatel pengen membahasnya juga karena Pandji di sana hanya membahas bagaimana kita tidak perlu membenci orang-orang itu, dimana aku setuju dengan itu dengan berbeda alasanku. 

 

Iya, kita tidak perlu pakai tingginya agama kita untuk membenci mereka yang pelangi-pelangi di langit yang biru ini. Berdosa tentu sudah jelas, pasti itu mereka berdosa, urusan merekalah nanti. Tapi kita melupa kalau membenci itu juga merusak hati kita sendiri, sementara kita harus ingat kembali keberadaan mereka ini adalah pesan langsung dari Allah kalau kiamat akan semakin dekat. Aku ingat betul, Pak Rusliadi (guru mengajiku) menyebutkan tanda-tanda akhir zaman adalah keberadaan si pelangi-pelangi di langit yang biru ini akan semakin ramai, kompak.

 

Jadi, kenapa kita harus membenci sebegitunya, yang mana membenci itu juga merusak kita secara tidak langsung? Lebih baik kita mendekatkan diri ke Zat yang sudah menyampaikan hal ini sudah pasti terjadi, bukankah begitu?

 

Bukan saja itu, terkait si maba yang mengakui dirinya sebagai non-binary, menarik ingatanku kepada salah satu kearifan budaya di Suku Bugis terkait gender manusia. Sebelumnya kita harus sepakat dulu kalau jenis kelamin dan gender itu berbeda. Jenis kelamin itu secara lahiriahnya, secara biological. Laki-laki dan perempuan, dilihat dari bentuk dan fungsi tubuhnya sejak lahir. Sementara gender itu mengacu pada fungsi dan peran yang dibangun dari konstruksi sosial masyarakatnya.

 

sc: koropak.co.id

Di Bugis, ada 5 gender yang diakui di sana. Hal ini diidentifikasikan dari konstruksi sosial masyarakatnya, dari fungsi, peran, penampilan, dll. Sini kubagi tahu apa yang kucari tahu semalam saat kami berbincang hangat, cie gitu.

 

Orowane

Penyebutan untuk laki-laki dengan maskulinitasnya yang tegas dan fungsinya untuk bertanggung jawab terhadap keluarga.

 

Makkunrai

Ini perempuan dengan femininnya. Berpenampilan perempuan, mengisi peran dan fungsi sebagai perempuan. Makkunrai ini harga diri bagi keluarga Bugis, sangat amat dihargai di sana. Makanya ada uang panai yang ditentukan oleh status sosial si Makkunrai ini.

 

Calabai

Ini laki-laki yang berpenampilan sebagai perempuan. Berpakaian perempuan, bersolek, meskipun mereka tidak menyebutkan diri mereka sebagai perempuan juga.

 

Calalai

Perempuan dengan penampilan dan cara bersikapnya seperti laki-laki.

 

Bissu

Mereka yang tidak mengidentifikasikan diri sebagai laki-laki atau perempuan. Bissu itu pencampuran dari 4 gender yang sebelumnya kita sebut.  Dia tidak tertarik pada laki-laki atau perempuan. Punya sifat maskulin dan feminin. Bahkan dia dianggap sebagai figur spiritual yang menghubungkan manusia dengan dewa. Dulu di masa kerajaan, mereka ini adalah yang dipercaya raja untuk menjaga pusaka kerjaan.

 

 

Kira-kira non-binary itu masuk kemana? Apakah mungkin masuk ke gender Bissu? Itu juga kalau sim aba yang mengidentifikasi dirinya sebagai non-binary itu orang Bugis. Itu juga masih agak susah berterima, kenapa dia menyebutnya non-binary? Kenapa tidak Bissu? Biar sekalian mengenalkan orang-orang dengan kearifan lokal suku Bugis di masa lalu, masa kerajaan dulu. Iya, kan?

Komentar