Aku berkesempatan ‘mencuri’ kesempatan lagi ke bioskop: Premiere Film Buya Hamka dari sutradara Fajar Bustomi.
Sebelumnya selamat dulu untuk Fajar Bustomi dan seluruh kru produksi, artis, dan semua yang berperan untuk film ini.
Aku mau cerita lebih dulu tentang bagaimana aku bisa sampai ke bioskop hari ini. Setelah tidak menang gift-away dari radio, meskipun tentu saja sangat ingin menonton lebih awal untuk sok-sokan ngeblog lagi. Kemudian dari stori Kak Amelia (ameliarasso) di whatsapp kalau dia sedang membagikan tiketnya.
Di hari ini, aku memang sengaja ke CGV lebih awal karena juga sudah bosan juga membuka laptop di Youth Center. Saat konfirmasi ternyata aku kelimpungan menyebutkan dari mananya, soalnya Kak Amel terlupa menginfokan, dia hanya memberi tahu nama yang aku mungkin lupa kenal atau tidaknya.
Beruntung ada Afla dan Tomi menyelundupkanku ke studio, meskipun ketinggalan di beberapa menit awal filmnya. So, untuk Kak Amel, Aluk, Tomi.. Makasih yaaaa! Hahahaha.
Sebenarnya sih tentu saja film yang akan ada 3 volume ini sudah dispoiler dalam novel yang ditulis A.Fuadi yang terbit Desember, 2021. Jadi, untuk ngoceh kali ini kita trabas aja ya? 😊
Tentu saja sebagai orang Minang, adanya Buya Hamka yang meramaikan bioskop seluruh negeri di musim libur lebaran adalah sesuatu yang membanggakan sekali. Apalagi pernah menziarahi rumah kelahiran beliau di Maninjau (Klik ini dong) dan makam peristirahatannya di Tanah Kusir.
Untuk DISCLAIMER dulu, ini subjektifitasku saja yang menonton ya! No offense. Saya tidak siap diserang soalnya. Hehehe. Meskipun bingung juga untuk tidak terkesan buruk dalam bercerita tentang pengalamanku menonton kali ini.
Sebagai poros cerita, Buya Hamka diperankan oleh Vino G Bastian didampingi Laudya Bella. Untuk dua orang ini sih dengan segala dukungan yang didapat sudah bolehlah menghantarkan banyak emosi yang dilewati oleh kedua tokoh ini. Dan banyak dukungan keren dari akting para pemain lainnya.
Sedikit ngedrop dengan pembawaan aktor pemeran Bung Karno. Maaf ya om, tapi bagiku entah kenapa terasa kurang tegas dan garang. Tidak sesuai dengan yang sudah tertanam di kepalaku. Atau mungkin saja dalam faase tersebut, begitulah adanya Bung Karno.
Seperti biasanya, pembaca novel mau tidak mau akan membawa ekspektasi terhadap layar bioskop. Yang mana kalau sudah berekspektasi pasti ada kecewa-kecewanya.
Aku merasa perubahan dari satu cerita ke cerita selanjutnya terkesan buru-buru sekali. Namanya juga ekspektasi. Mohon dimaafkan. Sayangnya beberapa moment-nya jadi berlalu begitu saja tanpa terkesan di pikiran.
Aku masih agak amaze dengan dialek bahasa Minang para pemain yang jauh lebih baik dibandingkan series goplay yang baru saja tayang di salah satu OTT. Banyak kosa kata Minang yang mulai jarang kudengar kembali dituturkan dalam film ini. Pas kata ‘taralah’ muncul aku yang entah siapa-siapa malah tersanjung sendiri.
Meskipun dialek Vino dibandingkan dengan Bella, lebih baik dialek Minang dari Bella. DNA tidak bohong ya Uni Bella ya? Hihi. Meskipun dialek Vino dibandingkan dengan Bella, lebih baik dialek Minang dari Bella. DNA tidak bohong ya Uni Bella ya? Hihi.
Aku juga amaze saat ada adegan Buya HAKA menyambut Hamka dengan sebutan Bujang Jauah alias Bujang Jauh alias anak bujang yang bepergian jauh. Nanti di volume selanjutnya akan ditampilkan nih kenapa dia jadi punya nama itu, udah di spill juga melalui cuplikan setelah Vol.1 selesai.
Di Vol.1 ini rasanya memang difokuskan ke perjuangan
Hamka melalui tulisan dan organisasi yang membesarkannya, Muhammadiyah. Dalam
adegan Hamka disuruh mundur dari ketua Muhammadiyah Sumatra Timur, anggotanya
agak keras ya dengan fitnah itu. Di sisi lain kerasnya ini bagus untuk
membangun empati penonton ke Buya Hamka.
Salah satu yang bagiku paling mengganggu adalah saat salah satu pegawai Hamka menyampaikan kalau Nippon sudah menuju ke daerah mereka. Respon Hamka seolah terlalu berlebihan sementara saat itu Nippon masih baru menuju ke sana dan belum melakukan aksi apapun. Baru kemudian mereka meraasakan dampak dari Nippon malah respon Hamka hanyalah mimik wajah sedih.
Di dua volume selanjutnya akan hadir cerita masa kecil HAMKA di Maninjau dan cerita perjuangan HAMKA masa agresi Belanda hingga cerita setelahnya. Karena sudah menonton Vol.1, aku akan upayakan menonton Vol.2 dan Vol.3 lebih awal untuk membandingkan dengan yang sudah kutonton hari ini.
Bagus atau tidak, memuaskan atau tidak, itu sangat amat relatif dan subjektif.
Yang bisa kupastikan, karena ini bercerita tentang Buya Hamka selalu ada pesan moral yang bisa dicuri. Aku tidak mau menjelaskan itu, kalian tonton saja filmnya. Akan mulai tayang tanggal 20 April 2023 ini di seluruh bioskop Indonesia. Tonton yak!
Kerreen bangeys sistur aku
BalasHapusBangetlah.. Poros kerennya dunia ini😎
Hapustteerbbaaig panutan niich
HapusJangan jadiin aku panutan, kasian kamunya 😂
HapusSemangat nulisnya beb
BalasHapusLove u beb ❤😍
HapusSaya selalu suka mampir ke sini, meski kadang-kadang, itu sudah mewakili setiap niat menonton yang dituliskan pemilik Unirerereza.com. Makasih atas infonya!!!
BalasHapusMakasih loh, meskipun aku ga tahu siapa. Hahaha.
HapusAwww. Pen juga ikutan nonton
BalasHapusnanti tgl 20 gaskan ke bioskop😎
HapusKeren sekaliiiiiii kak Reza😍
BalasHapusEmang Keren itu udah mau jadi nama tengahku tau xixixi
HapusSedikit mngobati rasa penasaran trhdp flmnya..kereen👍
BalasHapusTapi tetap harus ditonton ya! Pertama untuk membandingkan perspektif kita, kedua untuk memberikan dukungan agar lebih banyak lagi yang tertarik membuat film dari sejarah Indonesia. Khususnya tokoh-tokoh minangkabau🥂
Hapus