Aku mau menceritakan dua perempuan yang dihadirkan Dian Purnomo dalam dua buah novelnya yang secara luar biasa menggugat banyak stigma yang terus dipelihara masyarakat, bahkan oleh perempuan itu sendiri.
Dian Purnomo adalah seorang aktivis sosial khususnya bidang perempuan dan anak-anak. Kalaupun dia aktif di kegiatan sosial seperti ini dilakukannya sejak berkuliah di Universitas Indonesia jurusan Kriminologi, aku meyakini kepeduliannya terkait hal ini pun sudah ditanamkan orang tuanya sejak kecil.
Dalam sebuah unggahannya dalam blog pribadinya, Dian bercerita kalau Bapaknya pernah mendamprat laki-laki di bis yang berusaha menggodanya. Dan juga nilai-nilai lainnya yang akhirnya menuntun Dian berkecimpung di dunia sosial ini. Kita bisa mengikuti perjalanannya tentang ini melalui karya dan media sosialnya.
Aku mengenalnya melalui novel ke-9 yang akhirnya mendampingiku berjuang bertahun-tahun. Lalu tak jauh berselang dari tamatnya urusanku dengan novel ke-9, novel ke-10 mendarat di rumahku hasil pre-order di Gramedia. Bertanda tangan pula, meskipun baru saja aku rampungkan membacanya beberapa hari ini.
Magi Diela Talo dan Shalom Mawira, dua orang perempuan yang menurutku terlalu Dian Purnomo dengan pemikirannya. Sepertinya sih, aku tidak begitu yakin hanya saja aku ingin meyakininya seperti itu.
Magi Diela Talo
Sosok ini kukenal dalam novel ”Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam” karya Dian Purnomo yang terbit tahun 2020. Dengan latar pulau Sumba dan seluruh adat istiadatnya, dialah perempuan yang menjadi poros cerita.
Sc: gramedia.com |
Anak perempuan ini pintar namun bernasib malang sekali. Andai perempuan ini dapat kutemui, tentu aku ingin sekali memeluknya seerat yang aku bisa. Aku yakin menangis alay kalau itu terjadi. Membayangkan menikah dengan orang yang tidak disukai saja sudah merusak hatiku, apalagi ini menikah dengan orang yang menculik dan melecehkan dia dengan brutal.
Dia harus memenuhi garis takdir yang ditentukan oleh adat, dimana adat ini tidak sedikitpun berpihak kepadanya; Adat kawin tangkap (yappa mawine).
Aku sangat terpukau dengan segala yang dilakukan oleh Magi untuk memperjuangkan dirinya, meskipun sedih sekali dengan perjuangannya untuk sang adik dan sang Ayah yang berujung pada keharusannya menikah dengan sosok laki-laki jahat yang kalau kalian baca pasti ingin pukul langsung sosok Leba Ali ini.
Apalagi dengan rapihnya rencana Magi membalaskan dendamnya kepada Leba Ali yang benar-benar mengejutkan. Membunuh Leba Ali bukan menjadi pilihan Magi karena terlalu mudah untuk sosok penjahat ini, begitu kata Magi.
Menjadikan diri sendiri sebagai barang bukti adalah sebuah pilihan sulit yang terlalu epikk! Meskipun pembalasanmu tidak membuat praktik ini berakhir Magi, beberapa bulan yang lalu setelah bertahun-tahun kisahmu berkeliling Indonesia, masih saja ada praktik yappa yang tidak bisa dianggap manusiawi.
Shalom Mawira
Kalian bisa berkenalan dengannya dalam novel “Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut”, Lorong sendiri artinya jalan, labuah kalau kata kita di sebagian daerah Minangkabau. Pejuang pulau kecil bernama Sangihe di atas Sulawesi yang sangat dicintai semua orang.
Pada awalnya aku tidak begitu tertarik dengan sosok Shalom yang menjadi seseorang yang menyambut dengan hangat Mirah yang datang jauh dari Bogor. Kemudian cerita tentang Karlos Mawira hilang ditelan lautan luas membuatku sedikit bersimpati dengan orang yang dengan lantang ingin menjaga pulaunya.
Keinginannya hanya satu dan membuatku terenyuh; dia ingin pulaunya tetap sama dan terjaga agar dapat menyambut kepulangan sang Ayah suatu saat nanti. Makanya ketika ada sebuah Perusahaan tambang yang dipastikan nanti akan mengubah suasana pulau Sangihe, dia adalah sosok yang paling lantang menyuarakan perlawanan.
Mengubah dalam artian merusak ya!
Kalian harus sedikit sabar untuk menemukan kejutan dari Shalom untuk Perusahaan yang mereka sebut dengan Perusahaan Biongo, atau dalam bahasa Sangir-Sangihe artinya bodoh. Kalian akan dibuat geleng-geleng kepala dengan apapun yang dialami oleh Shalom, terutama di saat-saat menegangkan dia punya cerita yang harusnya kudesak Dian untuk melanjutkannya.
Bagiku, kehidupan perempuan yang sempat dipenjara ini adalah sebuah keajaiban besar. Bukannya malu pernah dipenjara karena sesuatu yang menjadi intrik musuhnya, dia malah mempraktikan ilmu yang dia dapat di jeruji besi. Bukannya meninggal saja ketika ditelan badai tapi malah dia, aduh aku tidak mau spoiler. Yakinlah di bagian ini benar-benar unbelievable lah pokoknya!
Aku harus mengikhlaskan sesuatu kepada Shalom karena aku benar-benar dibuat kasmaran oleh ucapan Santiago pada Mirah di malam perpisahan mereka. Aku nge-drop loh itu! Tapi hatiku berbunga sekali ketika menutup halaman akhir novel ini.
Berkenalan dengan kedua perempuan ini menggusarkan hatiku yang selalu sensiitif dengan hubungan Ayah da Anak. Magi dan Ayahnya berakhir dengan hening yang menggusarkan pikiran satu sama lain karena penyesalan masing-masing. Sementara sedikit beruntung Shalom akhirnya menemukan ikhlasnya untuk Ayahnya yang telah lama berpulang bersama badai.
Aku sebutnya beruntung, sebab Ikhlas akan selalu menjadi
titik tertinggi dalam kehidupan. Cie gitu!
Uniiiii... huhuhu... terima kasih sekali atas tulisanmu yg luar biasa. Ini sangat berarti buatku. Terima kasih sekali ya Uni. Peluk eraaaattt...
BalasHapusKak Dian, aku sangat berterima kasih atas Magi dan Shalom. 🫰❤️
HapusJudul bukunya uniiik, aku sukaaa ❤️❤️❤️. Buku yg pertama pernah denger sih, disebut Ama temen yg memang buka bahas buku. Tapi buku kedua aku jadi tahu setelah baca tulisan mba 👍. Serius pengen cari jadinya.
BalasHapusYg buku menangis pada bulan hitam di I-pusnas sebenarnya ada, tapi masih queue lamaaa 😅. Lagian kalo buku bagus, aku juga prefer cari fisik nya drpd baca online mba.
Kaaa, terima kasih banyak.. semoga bisa lebih sering bahas buku. Hihi 🤭 btw, bukunya emang sebagus itu dan worth it bgt kalo kita punya buku fisiknya. Enjoy bgt bacanya!
Hapus